Pertentangan Sosial dan Integrasi

Pertentangan-pertentangan Sosial

2.1. Prasangka dan Diskriminasi
Prasangka dan diskriminasi merupakan dua hal yang ada relevansinya. Kedua tindakan tersebut dapat merugikan pertumbuhan, perkembangan dan bahkan integrasi masyarakat. Dari peristiwa kecil yang menyangkut dua orang dapat meluas dan menjalar, melibatkan sepuluh orang, golongan atau wilayah disertai yindakan kekerasan dan destruktif yang merugikan.
Prasangka me4mpunyai dasar pribadi, di mana setiap orang memiliki9nya, sejak masih kecil unsur sikap bermusuhan sudaj tampak. Melalui proses belajar dan semakin besarnya manusia, membuat sikap cenderung untuk membeda-bedakan. Perbedaan yang secara sosial silaksanakan antar lembaga atau kelompok dapat menimbulkan prasangka melalui hubungan pribadi akan menjalar, bahkan melembaga (turun menurun) sehingga tidak heran apabila prasangka ada pada mereka yang tergolong cendekiawan, sarjana, pemimpin atau negarawan. Jadi prasangka pada dasarnya pribadi dan dimiliki bersama. Oleh karena itu perlu mendapatkan perhatian dengan seksama, mengingat bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa atau masyarakat multi etnik.
Suatu bhal uang saling berkaitan, apabila seorang individu mempunyai prasangka rasial biasanya bertindak diskriminatif terhadap ras yang diprasangkainya. Rerapi dapat pula yang bertindak diskriminatif tanpa didasari prasangka, dan sebaliknya seorang yang berprasangka dapat saja bertindak tidak diskriminatif. Perbedaan terpokok antara prasangka dan diskriminatif ialah bahwa prasangka menunjuk pada aspek sikap sedangkan diskriminatif menunjuk pada tindakan. Menurut Morgan (1966) sikap ialah kecenderungan untuk berespons baik secara positif atau negatif terhadap orang, objek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui bila ia sudah bertindak atau bertingkah laku. Oleh karena itu bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah laku atau tindakan.
Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak tampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan yang realistis, sedangkan prasangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh individu masing-masing.

2.2. Erhnosentrisme dan Stereotype
Perasaan dalam dan luar kelompok merupakan dasar untuk suatu sikap yang disebut dengan ethnosentrisme. Anggota dalam lingkungan suatu kelompok ,e,punyai kecenderungan untuk menganggap segala yang termasuk dalam kebudayaan kelompok sendiri sebagai utama, baik riil, logis, sesuai dengan kodrat alam, dan sebagainya, dan segala yang berbeda dan tidak masuk ke dalam kelompok sendiri dipandang kurang baik, tidak susila, bertentangan dengan kehendak alam dan sebagainya. Jecenderungan-jecenderungan tersebut disebut dengan enthosentrisme, yaitu sikap untuk menilai unsur-unsur kebudayaan orang lain dengan mempergunakan ukuran-ukuran kebudayaan sendiri.
Sikap enthosentrisme ini diajarkan kepada anggota kelompok baik secara sadar maupun secara tidak sadar, bersama dengan nilai-nilai kebudayaan. Sikap ini dipanggil oleh suatu anggapan bahwa kebudayaan dirinya kebih unggul dari kebudayaan lainnya. Bersama itu pula ia menyebarkan kebudayaannya, bila perlu dengan kekuatan atau paksaan.
Proses diatas sering dipergunakan stereotype, yaitu gambaran atau anggapan ejek. Dengan demikian dikembangkan sikap-sikap tertentu, misalnya mengejek, mengdeskreditkan atau mengkambinghitamkan golongan-golongan tertentu. Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai sifat-sifat dan waktu pribadi seseorang atau golongan yang bercorak nnegatif sebagai akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subjektif.
Dalam melakukan penilaian mengenai sesuati, seseorang cenderung menyederhanakan kategori ke dalam dua kutub, seperti kaya miskinm rajin malas, pintar bodoh. Kecenderungan menyederhanakan secara maksimal ini disebabkan individu lebih mudaj melakukan hal ini dari pada melakukan penilaian secara majemuk. Dengan demikian stereotype bukan saja suatu kategori yang tetap, tetapi juga mengandung penyederhanaan dan pemukulrataan secara berlebihlebihan. Penyederhanaan dan pemukul rataan mengandung stereotype, sehingga merupakan dasar dari prasangka.

2.3. Konflik Dalam Kelompok
Istilah konflik cenderung menimbulkan resfon-resfon yang bernada ketakutan atau kebencian, padahal konplik itu sendiri merupakan suatu unsur yang penting dalam pengembangan dan perubahan. Konflik dapat memberikan akibat yang merusak terhadap diri seseorang, terhadap anggota-anggota kelompok lainnya, maupun terhadap masyarakat. Sebaliknya konflik juga dapat membangun kekuatan yang konstruktif dalam hubungan kelompok. Jonflik merupakan suatu sifat dan komponen yang penting dari proses kelompok, yang terjadi melalui cara-cara yang digunakan orang untuk berkomunikasi satu dengan yang lain.
Konflik mengandung suatu pengertian tingkah laku yang lebih luas dari pada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar dan perang. Dasar konflik berbeda-beda. Dalam hal ini terdapat tiga elemen dasar yang merupakan ciri-ciri dari situasi konflik yaitu :
1. terdapatnya dua atau lebih unit-unit atau bagian-bagiam yang terlibat dalam konflik
2. unit-unit tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, masalah-masalah, nilai-nilai, sikap-sikap, maupun gagasan-gagasan.
3. terdapatnya interaksi di antara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan-perbedaan tersebut.
Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, misalnya kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi pada lingkungan yang paling kecil yaitu individu, sampai pada ruang lingkup yang paling besar yaitu masyarakat :
1. Pada taraf di dalam diri seseorang, konflik menunjuk kepada adanya pertentangan, ketidakpastian, atau emosi-emosi dan dorongan-dorongan yang antagonistik dalam diri seseorang
2. Pada taraf dalam kelompok, konflik-konflik ditimbulkan dari konflik-konflik yang terjadi di dalam diri individu, dari perbedaan-perbedaan pada para anggota kelompok dalam tujuan-tujuan, nilai-niali dan norma-norma, motivasi-motivasi mereka untuk menjadi anggota-anggota kelompok dan minat-minat mereka
3. Pada taraf masyarakat, konflik juga bersumber pada perbedaan di antara nilai-nilai dan norma-norma kelompok dengan nilai-nilai dan norma-norma kelompok lain di dalam masyarakat tempat kelompok yang bersangkutan berada. Perbedaan dalam tujuan, niali, dan norma serta minat; disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman hidup dan simber-sumber sosio ekonomis dalam suatu kebudayaan tertentu dengan yang ada di da;am kebudayaan-kebudayaan yang lain.
Para penulis seperti Berstein, Coser, Follett, Simmel, Wilson, dan ryland; memandang konflik sebagai sesuatu yang tidak dapat dicegah timbulnya, yang secara potensial dapat mempunyai kegunaan yang fungsional dan konstrutif; namun sebaliknya, dapat pula tidak bersifat fungsional dan destruktif (Bernstein, 1965). Konflik mempunyai potensi untuk memberikan pengaruh yang positif maupun negatif dalam berbagai taraf interaksi manusia.

Integrasi Nasional
A.      Pengertian
Kita sering bangga bahwa hampir 200 juta orang Indonesia yang menduduki kepulauan nusantara ini mempunyai suatu sifat plural atau aneka warna besar dalam hal bahasa dan budaya, dan kita sering bangga akan rumus bhineka tunggal ika, yang berarti berbeda-beda tapi satu.
Walaupun di satu pihak kita bangga akan sifat aneka warna itu, di lain pihak kita juga prihatin mengingat akan aneka warna masalah yang mungkin dapat timbul karena sifat itu. Bangsa yang mempunyai sifat yang beraneka warna, juga memiliki aneka keinginan atau kemauan dan karena itu sukar dipersatukan potensi guna tercapainya satu tujuan optimal dalam pembangunan. Oleh sebab itu, perlu adanya usaha terus-menerus untuk mempersatukan aneka warna penduduk Indonesia, agar ada rasa bersatu dan bersikap sebagai satu bangsa. Inilah yang disebut dengan upaya mengintegrasikan seluruh perbedaan yang ada di wilayah Indonesia. Mengintegrasikan bukan berarti menghilangkan keanekawarnaan itu. Bahkan keanekawarnaan bangsa Indonesia menjadi bagian dari kekayaan bangsa Indonesia.
Dasar dari Integrasi adalah adanya perbedaan. Setiap anggota kelompok atau individu yang berbeda disatupadukan untuk mencapai tingkat yang harmonis, stabil dan terjaminnya ketenangan hidup.
Sebelum membahas lebih jauh tentang integrasi Nasional perlu dikemukakan dahulu pengertian integrasi, integrasi sosial dan integrasi nasional.
1.       Integrasi
Merupakan terjemahan dari kata integration ( Bhs. Inggris ) yang berarti keseluruhan atau kesempurnaan. Maurice-Duverger (1881) memberikan definisi sebagai berikut: “Integrasi adalah dibangunnya interdependesi yang lebih rapat natara bagian-bagian dari organisme hidup atau antara anggota-anggota di dalam masyarakat.” Jadi, integrasi merupakan suatu proses mempersatukan hubungan antara anggota-anggotanya yang dianggap harmonis (Nursal Luth, 1992:27).

2.       Integrasi Sosial Budaya
Integrasi sosial budaya adalah proses penyesuaian di antara unsur-unsur sosial budaya yang saling berbeda, sehingga tercapai keserasian fungsinya dalam kehidupan masyarakat.
Sebagai indikator dari adanya integrasi sosial budaya adalah adanya toleransi di dalam kelompok masyarakat. Toleransi berarti membiarkan orang lain atau kelompok lain berbuat sesuai aturan atau keinginan, tanpa adanya campur tangan dari pihak lain.

3.       Integrasi Nasional
Integrasi Nasional dapat dikatakan sebagai suatu proses penyesuaian dari keanekaragaman bangsa Indonesia sehingga tercipta keserasian atau keharmonisan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Koentjaraningrat (1982) mengatakan  bahwa dalam usaha mempersatukan penduduk yang beraneka-warna tersebut terdapat paling sedikit empat sub-masalah yang masing-masing mempunyai dasar serta lokasi yang berbeda dan yang karena itu memerlukan kebijaksanaan yang berbeda-beda. Keempat sub-masalah itu adalah:
a.       Masalah mempersatukan aneka warna suku bangsa
b.      Masalah hubungan antarumat beragama
c.       Masalah hubungan , mayoritas dan minoritas
d.      Masalah integrasi budaya-budaya di Irian Jaya dan Timor Timur dengan budaya Indonesia.




Kesimpulannya :
Seperti penjelasan sebelumnya,bahwa Bangsa yang mempunyai sifat yang beraneka warna, juga memiliki aneka keinginan atau kemauan dan karena itu sukar dipersatukan potensi guna tercapainya satu tujuan optimal dalam pembangunan. Oleh sebab itu, perlu adanya usaha terus-menerus untuk mempersatukan aneka warna penduduk Indonesia, agar ada rasa bersatu dan bersikap sebagai satu bangsa. Inilah yang disebut dengan upaya mengintegrasikan seluruh perbedaan yang ada di wilayah Indonesia. Mengintegrasikan bukan berarti menghilangkan keanekawarnaan itu. Bahkan keanekawarnaan bangsa Indonesia menjadi bagian dari kekayaan bangsa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Widjaya, A.W. 1985.Ilmu Sosial Dasar. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta
2. Zen, MT. Sains, Tekhnologi dan Hari Depan Manusia. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta
3. …….(ed). 1986. Manusia Indonesia : Individu, Keluarga dan Masyarakat. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta
4. Panduan Belajar Antropologi untuk SMU Kelas 3, Caturwulan 1,2,3 – Kurikulum 1994 ( PT Galaxy Puspa Mega )

Komentar